Senin, 13 Oktober 2014

MEMAHAMI DIRI PRIBADI DALAM KOMUNIKASI ANTAR


TUGAS KELOMPOK
TEORI KOMUNIKASI
MEMAHAMI DIRI PRIBADI DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI


KELOMPOK 2
FEBI YADANI. S (1301120640)
LATIFAH HANI (1301110264)
LISA NAOMY NISA (1301156821)
SITI MARYAM (1301110399)
SYAHLIA RINJANI (1301110551)

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Tugas Kelompok Teori Komunikasi yang berbentuk sebuah Makalah yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Memahami Diri Pribadi Dalam Komunikasi Antar Pribadi”.
Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai bagaimana memahami diri pribadi dalam komunikasi antar pribadi.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Teori Komunikasi Antar Pribadi .
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam memberikan dorongan semangat, sehingga makalah ini dari awal sampai akhir dapat terselesaikan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Pekanbaru,  April 2014

                         Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
BAB I PEMBAHASAN
A.    Persepsi Terhadap Diri Pribadi 4
B.     Sifat Sifat Persepsi 5
C.     Beberapa Elemen Dari Persepsi 7
D.    Kesadaran Pribadi 8
BAB III Simpulan dan Saran
Simpulan 12
Saran 13

DAFTAR PUSTAKA
 
 
BAB I
PEMBAHASAN

Diri pribadi adalah suatu ukuran / kualitas yang memungkinkan seseorang untuk dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki kekhasan tersendiri sebagai manusia ini, tumbuh dan berkembang melalui interaksi social, yaitu dengan berkomunikasi dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan membawa kepribadian. Seperti halnya dari fisik  , maka diri social dan diri psikologis manusia akan terus berkembang dan menjadi matang sejalan dengan usia hidup  .
 Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri pribadi setiap manusia, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi pada diri pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi ini pada dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri. Dalam hal ini orang akan berusaha untuk mengenali dan memahami siapa dirinya. Pada bagian berikut akan dibahas berbagai konsep diri dan relevansi terhadap komunikasi antarpribadi. Pembahasan akan mencakup bagaimana manusia sampai kepada pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses, proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness).
A.  Persepsi terhadap diri pribadi
Persepsi adalah sebagai proses psikologis diasosiasikan dengan interpretasi dan pemberian makna terhadap orang atau objek tertentu. Cohen Fisher (1987;18) mendefinisikan persepsi sebagai interpretasi terhadap berbagai sensasi sebagai representasi Dari objek – objek eksternal, jadi persepsi adalah pengetahuan tentang apa yang dapat ditangkap oleh indera. Definisi ini melibatkan sejumlah karakteristik yang mendasari upaya   untuk memahami proses antar pribadi :
1.        Suatu tindakan persepsi mensyaratkan kehadiran objek eksternal untuk dapat ditangkap oleh indera. Dalam hal persepsi terhadap diri pribadi, kehadirannya sebagai objek eksternal mungkin kurang nyata tetapi keberadaannya jelas dapat   rasakan.
2.        Adanya informasi untuk diinterpretasikan. Informasi yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui sensasi atau indera yang   miliki.
Karaketeristik tersebut menyangkut sifat representative dari pengindraan. Maksudnya kita tidak dapat mengartikan makna suatu objek secara langsung, karena sebenarnya kita hanya mengartikan makna dari informasi yang dianggap mewakili objek tersebut. Jadi meskipun suatu persepsi didasarkan pada pengamatan langsung, hal itu bukanlah suatu yang sebenarnya dapat menangkap dan menguasai objek tersebut. Kita melihat, membau, mendengar, mencicipi , dan, meraba, tetapi yang harus diinterpretasikan adalah penampakan, suara, rasa, dan bentuk yang mewakili sesuatu, dan kita tidak akan pernah dapat merasakan objek itu sendiri. Konsekuensinya adalah bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui persepsi bukanlah tentang apa suatu objek melainkan apa yang tampak sebagai objek tersebut. Adakalanya penampakan dapat menyesatkan seperti ilusi optis, special effect dalam film dan sebagainya. Persepsi tidak lebih dari pengetahuan mengenai apa yang tampak sebagai realitas bagi diri kita.
B.   Sifat – sifat persepsi
Pada dasarnya, letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsi, bukan pada suatu ungkapan ataupun objek. Persepsi terjadi didalam benak individu yang mempersepsikan, bukan didalam objek, dan selalu merupakan pengetahuan tentang penampakan. Dalam konteks ini lah perlu pemahaman tataran intra pribadi dari komunikasi antarpribadi dengan melihat lebih jauh sifat – sifat persepsi.
1.    Persepsi adalah pengalaman. Untuk mengartikan makna dari seseorang, objek, atau peristiwa , kita harus memiliki dasar / basisuntuk melakukan interpretasi. Dasar ini biasanya ditemukan pada pengalaman masa lalu dengan orang, objek atau peristiwa tersebut, atau dengan hal yang menyerupainya. Tanpa landasan pengalaman sebagai pembanding tidak mungkin untuk mempersepsikan suatu makna, sebab ini akan membawa kita kepada suatu kebingungan.
2.    Persepsi adalah selektif. Ketika mempersepsikan hanyan bagian tertentu dari suatu objek atau orang. Dengan kata lain melakukan seleksi hanya pada kharakteristik tertentu dari objek persepsi dan mengabaikan yang lain. Dalam hal ini biasanya mempersepsikan apa yang diinginkan atas dasar sikap, nilai, dan keyakinan yang ada didalam diri dan mengabaikan kharakteristik yang telah relevan atau berlawanan dengan nilai dan keyakinan tersebut.
3.    Persepsi adalah penyimpulan. Proses psikologis dari persepsi mencakup penarikan kesimpulan melalui suatu proses induksi secara logis. Interpretasi yang dihasilkan melauli persepsi pada dasarnya adalah penyimpulan atas informasi yang tidak lengkap. Mempersepsikan makna adalah melompat kepada suatu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasrkan atas data yang dapat ditangkap oleh indera. Sifat ini saling mengisi dengan sifat  selektif, karena keterbatasan kapasitas otak, maka kita hanya dapat mempersepsi sebagai kharakteristik dari objek. Melalui penyimpulan mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai objek yang di persepsikan atas dasar sebagian karakteristik dari objek tersebut.
4.    Persepsi tidak akurat. Setiap persepsi yang dilakukan, akan mengandung kesalahan dalam kadar tertentu, disebabkan oleh pengaruh pengalaman masa lalu, selektivitas, dan penyimpulan. Biasanya ketidak akuratan ini terjadi karena penyimpulan yang terlalu mudah untuk menyamaratakan. Adakalanya persepsi tidak akurat karena orang mengartikan sama, sesuatu yang sebenarnya hanya mirip. Semakin jauh jarak orang yang mempersepsi dengan objeknya, maka semakin tidak akurat persepsinya. Meskipun demikian kita biasanya mengabaikan ketidakakuratan tersebut dalam kegiatan persepsi kita sehari – hari, dan ketidakakuratan persepsi tidak selalu menjadi / menimbulkan masalah dalam komunikasi antar pribadi.
5.    Persepsi adalah evaluative. Persepsi tidak akan pernah objektif, jika kita melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai, dan keyakinan pribadi yang digunkan untuk member makna pada suatu persepsi. Karena persepsi merupakan proses kognitif psikologis yang ada dalam diri, maka bersifat subjektif. Fisher (1987 ; 125) mengemukakan bahwa persepsi bukan hanya merupakan proses intra pribadi tetapi juga sesuatu yang sangat pribadi, dan tidak terhindarkannya keterlibatan pribadi dalam tindakan persepsi menyebabkan persepsi yang sangat subjektif. Suatu hal yang tidak terpisahkan dari interpretasi subjektif adalah penilaian evaluasi. Ketika pengalaman mendasari persepsi yang kita lakukan, maka tidak dapat dihindari terjadinya proses evaluasi.

C.  Beberapa Elemen Dari Persepsi
Persepsi mensyaratkan ada tiga hal : yang mempersepsi, objek persepsi, dan suatu interpretasi. Untuk memahami apa yang dilakukan tindak persepsi, apa yang terjadi ketika orang mempersepsi dan apa yang mempengaruhi makna yang dipersepsikan, maka perlu mengenal elemen – elemen persepsi.
1.    Sensasi / penginderaan dan interpretasi. Orang menangkap sesuatu melalui inderanya (melihat, mendengar, mencium, membau atau meraba) maka secara simultan dia akan menginterpretasikan makna dari hasil pengindraannya.
2.    Harapan. Dapat menjadi kekuatan yang sangat berarti dalam mengarahkan persepsi, meskipun adakalanya bertentangan dengan rasio. Harapan mempengaruhi persepsi terhadap diri pribadi seperti persepsi terhadap objek lainnya.
3.    Bentuk dan latar belakang (figure & ground). Persepsi mencakup perbedaan antara informasi yang menjadi figure dan informasi yang menjadi background. Melalui seleksi terhadap informasi, orang telah membuat informasi tersebut menjadi penting atau relevan, dan ini disebut dengan figure. Meskipun demikian orang yang mempersepsikan tidak harus menolak atau tidak menganggap informasi lainnya. Orang akan memperlakukan informasi lain tersebut sebagai kurang penting atau kurang , inilah yang disebut sebagai background.
4.    Perbandingan. Jika makna yang dipersepsikan konsisten / mirip dengan criteria yang digunakan sebagai pembanding  (pengalaman masa lalu dan perangkat internal seperti sikap, nilai, dan keyakinan), maka kita akan menganggapnya valid. Ketika kita menganggap sesuatu yang tidak sesuai dengan criteria pembanding, maka kita akan mengalami ketidak sesuaian kognitif atau inkonsistensi kognitif. Sehingga merasa perlu untuk menyingkirkan inkonsistensi tadi sebagai upaya untuk mengatasi ketidak sesuaian psikologis kita.
5.    Konteks. Konteks dimana kita mempersepsikan suatu objek, sangat kuat pengaruhnya. Sehingga cenderung mengarahkan struktur kognitif pada harapan dan pada gilirannya persepsi. Dalam hal ini, konteks tersebut terdiri dari seperangkat fenomena yang sama denga objek persepsi kita jika kita mempersepsikan seseorang. Konteks yang mempengaruhi persepsi terdiri dari orang - orang lainnya. Demikian pula terhadap objek atau konteksnya adalah objek lainnya atau peristiwa – peristiwa lainnya. Apabila konteks telah kita kenali, persepsi akan menggunakan konteks tersebut untuk menginterpretasikan atau mengungkapkan suatu pola, yaitu suatu bentuk  pengorganisasian elemen – elemen untuk menciptakan suatu interpretasi yang utuh. Konteks dan pola merupakan komponen penting yang mendasari seluruh pemahaman tentang komunikasi antar pribadi. Karena tidak akan terjadi interpretasi terhadap setiap perilaku komunikasi ( verbal / nonverbal), tidak aka nada makna dari setiap hubungan, tanpa menenpatkannya dalam suatu konteks dan mengenali polanya dalam interaksi. Tanpa adanya pola, sama dengan tidak adanya makna atau setidaknya suatu kebingungan atas terlalu banyaknya makna. Oleh karenanya menginterpretasikan makna dalam konteksnya merupakan factor utama, bahkan mungkin merupakan satu satunya factor terpenting dalam memahami komunikasi antarpribadi dan hubungan social.

D.  Kesadaran Pribadi ( Self Awareness)
Langkah pertama dalam persepsi diri adalah mengetahui/ menyadari diri kita sendiri yaitu mengungkap siapa dan apa kita ini, sesungguhnya menyadari siapa diri kita adalah juga persepsi diri. Untuk dapat menyadari diri kita, pertama kali kita harus memahami apakah diri/self tersebut. “Diri” secara sederhana dapat kita artikan sebagai identitas individu. Identitas diri adalah cara-cara yang kita gunakan untuk membedakan individu satu dengan individu-individu lainnya. Dengan demikian “diri” adalah suatu pengertian yang mengacu kepada identitas spesifik dari individu. Fisher (1987) menyebutkan ada beberapa elemen dari kesadaran diri, yaitu konsep diri “self esteem” dan “multiple selves”. Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri.
Seseorang cenderung menggolongkan dirinya sendiri dalam tiga kategori, yaitu:
1. Karakteristik atau sifat pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak dalam      persepsi kita mengenai diri kita sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik atau kemampuan tertentu.
2. Karakteristik atau sifat sosial menunjukkan sifat-sifat yang kita tampilkan dalam hubungan kita dengan orang lain.
3.  Peran sosial, mencakup hubungan dengan orang lain dan dalam suatu masyarakat tertentu. Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka kita mendefenisikan hubungan sosial kita dengan orang lain, peran sosial ini dapat berbentuk afiliasi terhadap budaya, etnik, agama dsb. Konsep diri dapat berubah seiring dengan waktu, oleh karenannya stabilitas dari konsep diri ini sulit untuk diperkirakan.
Ungkapan yang digunakan untuk menyatakan persepsi evaluatif seseorang terhadap dirinya sendiri adalah “self esteem”, suatu bagian yang inheren dari konsep diri. Orang biasanya memiliki self esteem yang relatif tinggi namun bukan berarti bahwa kita lalu menjadi egoistik, hanya tingkat self esteem dari orang “normal” yang hidup secara normal, rata-rata di atas titik tengah atau titik netral skala evaluasi. Self esteem juga bersifat lebih mendalam dan langgeng daripada suatu temporal, sel esteem kita bagian dari interpretasi atau penyimpulan dari persepsi diri dan bukan mata reaksi terhadap suatu peristiwa tertentu dalam kehidupan kita. Self esteem berpengaruh terhadap perilaku kita, khususnya komunikasi kita.
Masing-masing diri kita memiliki identitasdiri yang berbeda yang disebut multiple selves. Beberapa diri kita berkaitan dengan peran kita dalam berbagai hubungan sosial berbeda dengan bebagai orang yang berbeda, misalnya dalam kelompok yang besar seperti sebagai pelajar, warga Negara dan anggota partai semua mengacu kepada peran yang kita mainkan dalam berbagai konsep dan merefleksikan berbagai aspek dalam kehidupan kita. Kesemuanya adalah “benar” dalam pengertian seringkali beberapa peran tersebut dan tidak mencerminkan konflik antara berbagai bagian dari diri kita. Multiple selves ini harus dipahami sebagai seseorang dengan berbgai aspek kepentingan dan hubungan social. Multiple selves dapat dipahami dalam bentuk yang lain ketika terlibat dalam kominikasi antarpribadi kita memiliki dua diri dalam komunikasi kita, Pertama  persepsi mengenai diri kita dan persepsi kita persepsi orang lain terhadap diri kita (metapersepsi). Cara lain untuk multiple selves adalah melalui diri ideal kita, sebagaian dari konsep mencakup siapa diri kita “sebenarnya”. Kedua mencakup ingin menjadi apa (semacam bentuk “idealisasi” diri). Upaya mempersempit celah antara diri “sebenarnya” dan diri “ideal” tidak lain suatu bentuk usaha untuk memperbaiki diri.
Selama proses kehidupan dan interaksi kita dengan orang lain, kita secara terus-menerus mengembangkan konsep diri, proses mengenal diri sendiri akan berlangsung secara kontinue dan tidak dapat kita hindari. Jika kita ingin memahami sepenuhnya tingkat hubungan antarpribadi kita dan mendapat manfaatnya maka kita perlu menyadari konsep diri kita dan bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya.
Proses perkembangan kesadaran diri diperoleh melalui tiga konsep, yaitu:
1.    Reflexive self, prinsipnya adalah apabila kita memandang ke dalam cermin dan kita tidak hanya melihat diri kita, tetapi melihat diri kita (yang dipantulkan oleh cermin) yang sedang memandang kita, jadi kesadaran diri dikataka reflexive jika bersifat dua arah. Analogi lain menggambarkan reflexive self seperti melempar bola karet ke dinding, contohnya kita melempar bola kea rah dinding dan tindakan tersebut direfleksikan kembali (bola memantul) kearah kita jadi pada saat bersamaan kita dalah subjek dan objek dari tindakan kita. Apabila diterapkan dalam kasus self esteem, maka kita akan menemukan bahwa orang yang tinggi self esteemnya cenderung mandiri. Proses persepsi dan tindakan ini bergerak dalam siklus yang terus berlansung tanpa titik awal ataupun akhir. Pada sisi lain, individu memperoleh konsep dirinya (identitasnya yang spesifik sebagai individu) melalui interaksi dengan orang lain.
2.    Sosial self, menggunakan orang lain sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita pengertian ini dikenal dengan istilah “looking glass self”, yang menggambarkan bagaimana kita mengembangkan konsep diri melalui interaksi. Dalam interaksi, reaksi orang lain merupakan informasi mengenai diri kita dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut unyuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep kita. Aspek lain dari pengembangan kesadaran diri melalui interaksi adalah self monitoring. Self monitoring memungkinkan kita untuk melakukan perilaku-perilaku yang dianggap sesuai untuk suatu situsai sosial, meskipun self monitoring biasanya mengacu pada kepekaan terhadap kita sendiri. Monitoring adalah suatu kemampuan dimana tingkayannya berbeda-beda setiap orang karena merupakan suatu kemampuan, self monitoring selalu dapat dilatih dan diperbaiki.
3.     Becoming self adalah konsep diri tidak pernah kondisi tetap, melainkan selalu dalam keadaan berubah atau berkenaan artinya konsep diri selalu dalam of  becoming atau proses menjadi konsep diri, pengertian becoming ini selain menunjukkan bahwa perubahan konsep diri tidak terjadi secara mendadak drastis, melainkan secara gradual melalui aktivitas sehari-hari kita.

BAB II
PENUTUP

Simpulan
Diri pribadi adalah suatu ukuran / kualitas yang memungkinkan seseorang untuk dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki kekhasan tersendiri sebagai manusia ini, tumbuh dan berkembang melalui interaksi social, yaitu dengan berkomunikasi dengan orang lain. Dalam berkomunikasi dengan orang lain hal yang paling penting adalah bagaimana manusia sampai kepada pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses, proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness). Persepsi memiliki sifat sifat yaitu : Persepsi adalah pengalaman, Persepsi adalah selektif, Persepsi adalah penyimpulan, Persepsi tidak akurat, Persepsi adalah evaluative. Beberapa elemen – elemen persepsi : Sensasi / penginderaan dan interpretasi, Harapan, Bentuk dan latar belakang (figure & ground), Perbandingan, Konteks.

Saran
Bahasa tubuh dalam bekomunikasi memiliki peran yang penting dalam menumbuhkan kepercayaan seseorang dan membangun sebuah hubungan yang baik dengan orang lain, akan tetapi untuk mencapai hal tersebut diperlukan keahlian dalam menggunakan dan menafsirkan bahasa tubuh.

Untuk dapat menggunakan bahasa tubuh dengan baik, seseorang sebaiknya peka dalam memperhatikan bahasa non verbal palsu, menjaga jarak yang wajar, menggunakan sentuhan yang tepat dengan lawan bicara, menghormati status dengan kontak mata, serta mampu memahami setiap gerak nyata yang merupakan kejujuran tak terungkap dari lawan bicara sehinggan bisa menimbulkan sikap empati
.
Kita sebagai mahkluk sosial harus bisa berkomunikasi baik antar individu atau antar kelompok individu. Belajar berkomunikasi dalam suatu organisasi sangatlah penting. Kita sebagai pelajar atau mahasiswa wajib belajar berkomunikasi yang baik dan benar karena kalau tidak dimulai dari sekarang akan mengalami banyak kerugian di masa yang akan datang. Diharapkan pelajaran komunikasi tidak hanya dipelajari di luar kelas saja tetapi masuk ke pelajaran formal, supaya nantinya dalam terjun ke masyarakat, pemerintahan, dan dunia kerja kita sudah mempunyai skill dimana kita bisa berkomunikasi secara baik dan benar

DAFTAR PUSTAKA
Jalaudin, Rahmat.1966.Psikologi Komunikasi.Bandung:Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yasir. 2009. Pengantar Ilmu Komunikasi. Pekanbaru,Riau.








Related Posts

MEMAHAMI DIRI PRIBADI DALAM KOMUNIKASI ANTAR
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.