TUGAS KELOMPOK
TEORI KOMUNIKASI
MEMAHAMI DIRI PRIBADI
DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
KELOMPOK 2
FEBI YADANI. S
(1301120640)
LATIFAH HANI
(1301110264)
LISA NAOMY NISA
(1301156821)
SITI MARYAM
(1301110399)
SYAHLIA
RINJANI (1301110551)
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Tugas Kelompok
Teori Komunikasi yang berbentuk sebuah Makalah yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “Memahami Diri Pribadi Dalam Komunikasi Antar Pribadi”.
Makalah
ini berisikan tentang informasi mengenai bagaimana memahami diri pribadi dalam
komunikasi antar pribadi.
Diharapkan
Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Teori
Komunikasi Antar Pribadi .
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam memberikan dorongan semangat, sehingga makalah ini dari awal sampai akhir
dapat terselesaikan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
Pekanbaru, April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
BAB
I PEMBAHASAN
A. Persepsi
Terhadap Diri Pribadi
4
B. Sifat
Sifat Persepsi
5
C. Beberapa
Elemen Dari Persepsi
7
D. Kesadaran
Pribadi
8
BAB
III
Simpulan dan Saran
Simpulan
12
Saran
13
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PEMBAHASAN
Diri
pribadi adalah suatu ukuran / kualitas yang memungkinkan seseorang untuk
dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya.
Kualitas yang membuat seseorang memiliki kekhasan tersendiri sebagai manusia
ini, tumbuh dan berkembang melalui interaksi social, yaitu dengan berkomunikasi
dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan membawa kepribadian.
Seperti halnya dari fisik , maka diri
social dan diri psikologis manusia akan terus berkembang dan menjadi matang
sejalan dengan usia hidup .
Pengalaman
dalam kehidupan akan membentuk diri pribadi setiap manusia, tetapi setiap orang
juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi pada diri
pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi ini pada dasarnya adalah suatu
proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri. Dalam hal ini orang akan
berusaha untuk mengenali dan memahami siapa dirinya. Pada bagian berikut akan
dibahas berbagai konsep diri dan relevansi terhadap komunikasi antarpribadi.
Pembahasan akan mencakup
bagaimana manusia sampai kepada pengetahuan mengenai diri pribadi melalui
proses, proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness).
A.
Persepsi
terhadap diri pribadi
Persepsi
adalah sebagai proses psikologis diasosiasikan dengan interpretasi dan
pemberian makna terhadap
orang atau objek tertentu. Cohen Fisher
(1987;18) mendefinisikan persepsi sebagai interpretasi terhadap berbagai
sensasi sebagai representasi Dari objek – objek eksternal, jadi persepsi adalah
pengetahuan tentang apa yang dapat ditangkap oleh indera. Definisi ini
melibatkan sejumlah karakteristik yang mendasari upaya untuk memahami proses antar pribadi :
1.
Suatu tindakan persepsi
mensyaratkan kehadiran objek eksternal untuk dapat ditangkap oleh indera. Dalam
hal persepsi terhadap diri pribadi, kehadirannya sebagai objek eksternal
mungkin kurang nyata tetapi keberadaannya jelas dapat rasakan.
2.
Adanya informasi untuk
diinterpretasikan. Informasi yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diperoleh
melalui sensasi atau indera yang
miliki.
Karaketeristik
tersebut menyangkut sifat representative dari pengindraan. Maksudnya kita tidak
dapat mengartikan makna suatu objek secara langsung, karena sebenarnya kita hanya
mengartikan makna dari informasi yang dianggap mewakili objek tersebut. Jadi
meskipun suatu persepsi didasarkan pada pengamatan langsung, hal itu bukanlah
suatu yang sebenarnya dapat menangkap dan menguasai objek tersebut. Kita
melihat, membau, mendengar, mencicipi , dan, meraba, tetapi yang harus
diinterpretasikan adalah penampakan, suara, rasa, dan bentuk yang mewakili
sesuatu, dan kita tidak akan pernah dapat merasakan objek itu sendiri.
Konsekuensinya adalah bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui persepsi
bukanlah tentang apa suatu objek melainkan apa yang tampak sebagai objek
tersebut. Adakalanya penampakan dapat menyesatkan seperti ilusi optis, special effect dalam film dan
sebagainya. Persepsi tidak lebih dari pengetahuan mengenai apa yang tampak
sebagai realitas bagi diri kita.
B.
Sifat
– sifat persepsi
Pada
dasarnya, letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsi, bukan pada suatu
ungkapan ataupun objek. Persepsi terjadi didalam benak individu yang
mempersepsikan, bukan didalam objek, dan selalu merupakan pengetahuan tentang
penampakan. Dalam konteks ini lah perlu pemahaman tataran intra pribadi dari
komunikasi antarpribadi dengan melihat lebih jauh sifat – sifat persepsi.
1.
Persepsi
adalah pengalaman. Untuk mengartikan makna
dari seseorang, objek, atau peristiwa , kita harus memiliki dasar / basisuntuk
melakukan interpretasi. Dasar ini biasanya ditemukan pada pengalaman masa lalu
dengan orang, objek atau peristiwa tersebut, atau dengan hal yang
menyerupainya. Tanpa landasan pengalaman sebagai pembanding tidak mungkin untuk
mempersepsikan suatu makna, sebab ini akan membawa kita kepada suatu
kebingungan.
2.
Persepsi
adalah selektif. Ketika mempersepsikan
hanyan bagian tertentu dari suatu objek atau orang. Dengan kata lain melakukan
seleksi hanya pada kharakteristik tertentu dari objek persepsi dan mengabaikan
yang lain. Dalam hal ini biasanya mempersepsikan apa yang diinginkan atas dasar
sikap, nilai, dan keyakinan yang ada didalam diri dan mengabaikan
kharakteristik yang telah relevan atau berlawanan dengan nilai dan keyakinan
tersebut.
3.
Persepsi
adalah penyimpulan. Proses psikologis dari
persepsi mencakup penarikan kesimpulan melalui suatu proses induksi secara
logis. Interpretasi yang dihasilkan melauli persepsi pada dasarnya adalah
penyimpulan atas informasi yang tidak lengkap. Mempersepsikan makna adalah
melompat kepada suatu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasrkan atas data yang
dapat ditangkap oleh indera. Sifat ini saling mengisi dengan sifat selektif, karena keterbatasan kapasitas otak,
maka kita hanya dapat mempersepsi sebagai kharakteristik dari objek. Melalui
penyimpulan mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai objek yang di
persepsikan atas dasar sebagian karakteristik dari objek tersebut.
4.
Persepsi
tidak akurat. Setiap persepsi yang dilakukan,
akan mengandung kesalahan dalam kadar tertentu, disebabkan oleh pengaruh
pengalaman masa lalu, selektivitas, dan penyimpulan. Biasanya ketidak akuratan
ini terjadi karena penyimpulan yang terlalu mudah untuk menyamaratakan.
Adakalanya persepsi tidak akurat karena orang mengartikan sama, sesuatu yang
sebenarnya hanya mirip. Semakin jauh jarak orang yang mempersepsi dengan
objeknya, maka semakin tidak akurat persepsinya. Meskipun demikian kita
biasanya mengabaikan ketidakakuratan tersebut dalam kegiatan persepsi kita
sehari – hari, dan ketidakakuratan persepsi tidak selalu menjadi / menimbulkan
masalah dalam komunikasi antar pribadi.
5.
Persepsi
adalah evaluative. Persepsi tidak akan
pernah objektif, jika kita melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman dan
merefleksikan sikap, nilai, dan keyakinan pribadi yang digunkan untuk member
makna pada suatu persepsi. Karena persepsi merupakan proses kognitif psikologis
yang ada dalam diri, maka bersifat subjektif. Fisher (1987 ; 125) mengemukakan bahwa persepsi bukan hanya
merupakan proses intra pribadi tetapi juga sesuatu yang sangat pribadi, dan
tidak terhindarkannya keterlibatan pribadi dalam tindakan persepsi menyebabkan
persepsi yang sangat subjektif. Suatu hal yang tidak terpisahkan dari
interpretasi subjektif adalah penilaian evaluasi. Ketika pengalaman mendasari
persepsi yang kita lakukan, maka tidak dapat dihindari terjadinya proses
evaluasi.
C.
Beberapa
Elemen Dari Persepsi
Persepsi
mensyaratkan ada tiga hal : yang
mempersepsi, objek persepsi, dan suatu interpretasi. Untuk memahami apa
yang dilakukan tindak persepsi, apa yang terjadi ketika orang mempersepsi dan
apa yang mempengaruhi makna yang dipersepsikan, maka perlu mengenal elemen –
elemen persepsi.
1.
Sensasi
/ penginderaan dan interpretasi. Orang menangkap
sesuatu melalui inderanya (melihat, mendengar, mencium, membau atau meraba)
maka secara simultan dia akan menginterpretasikan makna dari hasil
pengindraannya.
2.
Harapan.
Dapat menjadi kekuatan yang sangat berarti dalam mengarahkan persepsi, meskipun
adakalanya bertentangan dengan rasio. Harapan mempengaruhi persepsi terhadap
diri pribadi seperti persepsi terhadap objek lainnya.
3.
Bentuk
dan latar belakang (figure & ground).
Persepsi mencakup perbedaan antara
informasi yang menjadi figure dan
informasi yang menjadi background.
Melalui seleksi terhadap informasi, orang telah membuat informasi tersebut
menjadi penting atau relevan, dan ini disebut dengan figure. Meskipun demikian orang yang mempersepsikan tidak harus
menolak atau tidak menganggap informasi lainnya. Orang akan memperlakukan
informasi lain tersebut sebagai kurang penting atau kurang , inilah yang
disebut sebagai background.
4.
Perbandingan.
Jika makna yang dipersepsikan konsisten / mirip dengan criteria yang digunakan
sebagai pembanding (pengalaman masa lalu
dan perangkat internal seperti sikap, nilai, dan keyakinan), maka kita akan
menganggapnya valid. Ketika kita menganggap sesuatu yang tidak sesuai dengan
criteria pembanding, maka kita akan mengalami ketidak sesuaian kognitif atau
inkonsistensi kognitif. Sehingga merasa perlu untuk menyingkirkan inkonsistensi
tadi sebagai upaya untuk mengatasi ketidak sesuaian psikologis kita.
5.
Konteks.
Konteks dimana kita mempersepsikan suatu objek, sangat kuat pengaruhnya.
Sehingga cenderung mengarahkan struktur kognitif pada harapan dan pada
gilirannya persepsi. Dalam hal ini, konteks tersebut terdiri dari seperangkat
fenomena yang sama denga objek persepsi kita jika kita mempersepsikan
seseorang. Konteks yang mempengaruhi persepsi terdiri dari orang - orang
lainnya. Demikian pula terhadap objek atau konteksnya adalah objek lainnya atau
peristiwa – peristiwa lainnya. Apabila konteks telah kita kenali, persepsi akan
menggunakan konteks tersebut untuk menginterpretasikan atau mengungkapkan suatu
pola, yaitu suatu bentuk
pengorganisasian elemen – elemen untuk menciptakan suatu interpretasi
yang utuh. Konteks dan pola merupakan komponen penting yang mendasari seluruh
pemahaman tentang komunikasi antar pribadi. Karena tidak akan terjadi
interpretasi terhadap setiap perilaku komunikasi ( verbal / nonverbal), tidak
aka nada makna dari setiap hubungan, tanpa menenpatkannya dalam suatu konteks
dan mengenali polanya dalam interaksi. Tanpa adanya pola, sama dengan tidak
adanya makna atau setidaknya suatu kebingungan atas terlalu banyaknya makna.
Oleh karenanya menginterpretasikan makna dalam konteksnya merupakan factor
utama, bahkan mungkin merupakan satu satunya factor terpenting dalam memahami
komunikasi antarpribadi dan hubungan social.
D. Kesadaran Pribadi ( Self Awareness)
Langkah pertama dalam persepsi diri adalah mengetahui/ menyadari
diri kita sendiri yaitu mengungkap siapa dan apa kita ini, sesungguhnya
menyadari siapa diri kita adalah juga persepsi diri. Untuk dapat menyadari diri
kita, pertama kali kita harus memahami apakah diri/self
tersebut. “Diri” secara sederhana dapat kita artikan sebagai identitas
individu. Identitas diri adalah cara-cara yang kita gunakan untuk membedakan
individu satu dengan individu-individu lainnya. Dengan demikian “diri” adalah
suatu pengertian yang mengacu kepada identitas spesifik dari
individu. Fisher (1987) menyebutkan ada beberapa elemen dari
kesadaran diri, yaitu konsep diri “self esteem” dan “multiple selves”. Konsep diri adalah
bagaimana kita memandang diri kita sendiri.
Seseorang cenderung menggolongkan dirinya sendiri dalam tiga
kategori, yaitu:
1. Karakteristik atau
sifat pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak
dalam persepsi kita mengenai diri kita
sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik atau kemampuan tertentu.
2. Karakteristik atau
sifat sosial menunjukkan sifat-sifat yang kita tampilkan dalam hubungan kita
dengan orang lain.
3. Peran sosial, mencakup hubungan
dengan orang lain dan dalam suatu masyarakat tertentu. Ketika peran sosial merupakan
bagian dari konsep diri, maka kita mendefenisikan hubungan sosial kita dengan
orang lain, peran sosial ini dapat berbentuk afiliasi terhadap budaya, etnik,
agama dsb. Konsep diri dapat berubah seiring dengan waktu, oleh karenannya
stabilitas dari konsep diri ini sulit untuk diperkirakan.
Ungkapan yang digunakan untuk menyatakan
persepsi evaluatif seseorang terhadap dirinya sendiri adalah “self esteem”,
suatu bagian yang inheren dari konsep diri. Orang biasanya memiliki self esteem
yang relatif tinggi namun bukan berarti bahwa kita lalu menjadi egoistik, hanya
tingkat self esteem dari orang “normal” yang hidup secara normal, rata-rata di
atas titik tengah atau titik netral skala evaluasi. Self esteem juga bersifat
lebih mendalam dan langgeng daripada suatu temporal, sel esteem kita bagian
dari interpretasi atau penyimpulan dari persepsi diri dan bukan mata reaksi
terhadap suatu peristiwa tertentu dalam kehidupan kita. Self esteem berpengaruh
terhadap perilaku kita, khususnya komunikasi kita.
Masing-masing diri kita memiliki identitasdiri
yang berbeda yang disebut multiple selves. Beberapa diri kita berkaitan dengan
peran kita dalam berbagai hubungan sosial berbeda dengan bebagai orang yang
berbeda, misalnya dalam kelompok yang besar seperti sebagai pelajar, warga
Negara dan anggota partai semua mengacu kepada peran yang kita mainkan dalam
berbagai konsep dan merefleksikan berbagai aspek dalam kehidupan kita.
Kesemuanya adalah “benar” dalam pengertian seringkali beberapa peran tersebut
dan tidak mencerminkan konflik antara berbagai bagian dari diri kita. Multiple
selves ini harus dipahami sebagai seseorang dengan berbgai aspek kepentingan
dan hubungan social. Multiple selves dapat dipahami dalam bentuk yang lain
ketika terlibat dalam kominikasi antarpribadi kita memiliki dua diri dalam
komunikasi kita, Pertama persepsi mengenai diri
kita dan persepsi kita persepsi orang lain terhadap diri kita (metapersepsi).
Cara lain untuk multiple selves adalah melalui diri ideal kita, sebagaian dari
konsep mencakup siapa diri kita “sebenarnya”. Kedua mencakup
ingin menjadi apa (semacam bentuk “idealisasi” diri). Upaya mempersempit celah
antara diri “sebenarnya” dan diri “ideal” tidak lain suatu bentuk usaha untuk
memperbaiki diri.
Selama proses kehidupan dan interaksi kita
dengan orang lain, kita secara terus-menerus mengembangkan konsep diri, proses
mengenal diri sendiri akan berlangsung secara kontinue dan tidak dapat kita
hindari. Jika kita ingin memahami sepenuhnya tingkat hubungan antarpribadi kita
dan mendapat manfaatnya maka kita perlu menyadari konsep diri kita dan
bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya.
Proses perkembangan kesadaran diri diperoleh melalui tiga
konsep, yaitu:
1. Reflexive self, prinsipnya adalah
apabila kita memandang ke dalam cermin dan kita tidak hanya melihat diri kita,
tetapi melihat diri kita (yang dipantulkan oleh cermin) yang sedang memandang
kita, jadi kesadaran diri dikataka reflexive jika bersifat dua arah. Analogi
lain menggambarkan reflexive self seperti melempar bola karet ke dinding,
contohnya kita melempar bola kea rah dinding dan tindakan tersebut
direfleksikan kembali (bola memantul) kearah kita jadi pada saat bersamaan kita
dalah subjek dan objek dari tindakan kita. Apabila diterapkan dalam kasus self
esteem, maka kita akan menemukan bahwa orang yang tinggi self esteemnya
cenderung mandiri. Proses persepsi dan tindakan ini bergerak dalam siklus yang
terus berlansung tanpa titik awal ataupun akhir. Pada sisi lain, individu
memperoleh konsep dirinya (identitasnya yang spesifik sebagai individu) melalui
interaksi dengan orang lain.
2. Sosial self, menggunakan orang
lain sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita pengertian ini dikenal
dengan istilah “looking glass self”, yang menggambarkan bagaimana kita
mengembangkan konsep diri melalui interaksi. Dalam interaksi, reaksi orang lain
merupakan informasi mengenai diri kita dan kemudian kita menggunakan informasi
tersebut unyuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep kita. Aspek
lain dari pengembangan kesadaran diri melalui interaksi adalah self monitoring.
Self monitoring memungkinkan kita untuk melakukan perilaku-perilaku yang
dianggap sesuai untuk suatu situsai sosial, meskipun self monitoring biasanya
mengacu pada kepekaan terhadap kita sendiri. Monitoring adalah suatu kemampuan
dimana tingkayannya berbeda-beda setiap orang karena merupakan suatu kemampuan,
self monitoring selalu dapat dilatih dan diperbaiki.
3. Becoming self adalah konsep diri
tidak pernah kondisi tetap, melainkan selalu dalam keadaan berubah atau
berkenaan artinya konsep diri selalu dalam of becoming atau proses
menjadi konsep diri, pengertian becoming ini selain menunjukkan bahwa perubahan
konsep diri tidak terjadi secara mendadak drastis, melainkan secara gradual
melalui aktivitas sehari-hari kita.
BAB
II
PENUTUP
Simpulan
Diri
pribadi adalah suatu ukuran / kualitas yang memungkinkan seseorang untuk
dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya.
Kualitas yang membuat seseorang memiliki kekhasan tersendiri sebagai manusia
ini, tumbuh dan berkembang melalui interaksi social, yaitu dengan berkomunikasi
dengan orang lain. Dalam berkomunikasi dengan orang lain hal yang paling
penting adalah bagaimana manusia sampai kepada pengetahuan mengenai diri pribadi
melalui proses, proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness). Persepsi memiliki sifat
sifat yaitu : Persepsi adalah pengalaman, Persepsi
adalah selektif, Persepsi
adalah penyimpulan, Persepsi tidak akurat, Persepsi
adalah evaluative. Beberapa elemen – elemen persepsi : Sensasi / penginderaan
dan interpretasi, Harapan, Bentuk dan latar belakang (figure & ground), Perbandingan, Konteks.
Saran
Bahasa tubuh dalam bekomunikasi memiliki
peran yang penting dalam menumbuhkan kepercayaan seseorang dan membangun sebuah
hubungan yang baik dengan orang lain, akan tetapi untuk mencapai hal tersebut
diperlukan keahlian dalam menggunakan dan menafsirkan bahasa tubuh.
Untuk dapat menggunakan bahasa tubuh dengan baik, seseorang sebaiknya peka dalam memperhatikan bahasa non verbal palsu, menjaga jarak yang wajar, menggunakan sentuhan yang tepat dengan lawan bicara, menghormati status dengan kontak mata, serta mampu memahami setiap gerak nyata yang merupakan kejujuran tak terungkap dari lawan bicara sehinggan bisa menimbulkan sikap empati.
Untuk dapat menggunakan bahasa tubuh dengan baik, seseorang sebaiknya peka dalam memperhatikan bahasa non verbal palsu, menjaga jarak yang wajar, menggunakan sentuhan yang tepat dengan lawan bicara, menghormati status dengan kontak mata, serta mampu memahami setiap gerak nyata yang merupakan kejujuran tak terungkap dari lawan bicara sehinggan bisa menimbulkan sikap empati.
Kita sebagai mahkluk sosial harus bisa
berkomunikasi baik antar individu atau antar kelompok individu. Belajar
berkomunikasi dalam suatu organisasi sangatlah penting. Kita sebagai pelajar
atau mahasiswa wajib belajar berkomunikasi yang baik dan benar karena kalau
tidak dimulai dari sekarang akan mengalami banyak kerugian di masa yang akan
datang. Diharapkan pelajaran komunikasi tidak hanya dipelajari di luar kelas
saja tetapi masuk ke pelajaran formal, supaya nantinya dalam terjun ke
masyarakat, pemerintahan, dan dunia kerja kita sudah mempunyai skill
dimana kita bisa berkomunikasi secara baik dan benar
DAFTAR PUSTAKA
Jalaudin, Rahmat.1966.Psikologi
Komunikasi.Bandung:Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Yasir. 2009. Pengantar
Ilmu Komunikasi. Pekanbaru,Riau.
MEMAHAMI DIRI PRIBADI DALAM KOMUNIKASI ANTAR
4/
5
Oleh
Siti Maryam